Opini

Oleh: Syawaludin, CEO Bintang Sejahtera

Lombok Tengah, 24 Oktober 2025 – Pagi hari setelah solat subuh saya buka pesan di sebuah Group WA yang saya ikuti, seorang sahabat saya mempost tautan video Instagram dari Lampung daily yang beberapa hari terakhir mengejutkan publik. Lampung daily, pembulikasikan kisah seorang anak di Lampung yang dikeluarkan dari sekolah karena menjadi korban bullying. Alasan bullying itu pun sangat menyedihkan, karena orang tuanya bekerja sebagai tukang rongsok, dan pihak sekolah justru memilih “mengeluarkan” sang anak agar tidak terjadi keributan di antara murid lain.
Kisah ini bukan hanya mencerminkan rendahnya empati sosial, tetapi juga menyingkap cara pandang masyarakat terhadap profesi yang justru sangat berjasa bagi lingkungan dan negara.

https://www.instagram.com/reel/DQExCh-DxK-/?igsh=MTBxZmNremxlMm4yeA==

Tukang Rongsok: Garda Terdepan Ekonomi Sirkular

Mereka yang sering kita sebut pemulung atau tukang rongsok sejatinya adalah pahlawan daur ulang.
Merekalah yang setiap hari mengumpulkan, memilah, dan mengalirkan kembali material bernilai agar tidak berakhir mencemari sungai dan laut Indonesia.

Tanpa mereka, target nasional pengurangan dan penanganan sampah 30%–70% tidak akan pernah tercapai.
Tanpa mereka, tumpukan sampah plastik akan terus menjadi bom waktu di kota dan desa.
Dan tanpa mereka, konsep ekonomi sirkular hanya akan berhenti di atas kertas.

Mereka bekerja dalam diam, tanpa tunjangan, tanpa asuransi, tanpa pengakuan. Tapi hasil kerja mereka nyata: menjaga bumi tetap hidup.

Krisis Nilai dalam Sistem Pendidikan dan Sosial Kita

Ketika seorang anak dikeluarkan dari sekolah karena orang tuanya bekerja memungut sampah, sesungguhnya kita sedang menghadapi krisis nilai kemanusiaan.
Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menanamkan empati dan menghargai kerja keras, justru gagal memberi teladan.

Inilah saatnya pemerintah, sekolah, dan masyarakat belajar menghargai setiap profesi yang halal dan bermanfaat.
Anak-anak kita harus diajarkan bahwa profesi tidak diukur dari seragam, status sosial, atau penghasilan — tapi dari manfaat dan kejujuran kerja itu sendiri.

Mengangkat Martabat Pahlawan Daur Ulang

Melalui Bintang Sejahtera NTB dan Clean+Plus Nusantara, kami setiap hari bekerja berdampingan dengan para pekerja daur ulang, mulai dari pemulung, bank sampah, hingga pengelola fasilitas daur ulang di daerah.
Kami melihat betapa besar dedikasi mereka dan betapa kecil apresiasi yang mereka terima.

Sudah saatnya negara memberi perlindungan, pengakuan, dan dukungan bagi para pahlawan lingkungan ini.
Sudah saatnya masyarakat berhenti memandang rendah profesi yang justru menjaga masa depan anak-anak kita.

Karena bangsa yang besar bukan diukur dari banyaknya gelar, tapi dari caranya menghargai kerja keras yang menjaga bumi.

Seruan untuk Kita Semua

Mari bersama-sama membangun budaya baru:
Budaya menghargai setiap profesi yang jujur, budaya menghormati kerja keras, dan budaya mendidik anak-anak untuk menghargai manusia, bukan merendahkan karena status sosialnya.

Dan kepada pemerintah, mari jadikan sektor daur ulang sebagai bagian penting dari pembangunan berkelanjutan.
Bukan hanya untuk mengurangi sampah, tapi untuk mengangkat martabat mereka yang telah lama menjaga Indonesia dari krisis lingkungan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *